SISTEM KOLOID
Sistem koloid dipelajari karena berkaitan erat dengan kehidupan kita sehari-hari. Cairan tubuh, susu, dan berbagai produk kosmetik adalah contoh koloid.
a. Pengertian koloid
Istilah koloid berasal dari bahasa yunani yaitu “kolla” yang berarti lem dan “oid” yang berarti seperti. Dalam hal ini yang berkaitan dengan lem adalah sifat difusinya, karena koloid mempunyai nilai difusi yang rendah seperti lem.
Sistem koloid merupakan suatu bentuk campuran yang keadaanya terletak antara larutan dan suspensi (campuran kasar). Sistem koloid ini mempunyai sifat-sifat khas yang berbeda dari sifat larutan maupun suspensi. Secara makroskopis, koloid tampak homogen, namun secara mikroskopis kolid bersifat heterogen. Perbandingan larutan, koloid dan suspensi dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16. Perbandingan sifat larutan, koloid dan suspensi
Larutan
(dispersi molekuler)
|
Koloid
(dispersi koloid)
|
Suspensi
(dispersi kasar)
|
Contoh: larutan gula dalam air
|
Contoh: campuran susu dalam air
|
Contoh: campuran tepung terigu dengan air
|
1. Homogen,tak dapat dibedakan walaupun mengunakan miskroskop ultra
2. Partikel berukuran kurang dari 1 nm
3. Satu fase
4. Stabil
5. Tidak dapat disaring
|
1. Secara makroskopis bersifat homogen tetapi heterogen jika diamati dengan mikroskop ultra.
2. Partikel berukuran antara 1 nm sampai 100 nm
3. Dua fase
4. Pada umumnya stabil
5. Tidak dapat disaring kecuali dengan penyaring ultra
|
1. Heterogen
2. Partikel berukuran lebih besar dari 100 nm
3. Dua fase
4. Tidak stabil
5. Dapat disaring
|
b. Jenis-jenis koloid
Pengolongan suatu sistem koloid terdiri dua fase yaitu, fase terdispersi dan fase/medium pendispersi tersebut. Baik fase terdispersi maupun fase/medium pendispersi dapat berupa gas, cair dan padat. Zat yang didispersikan disebut fase terdispersi sedangkan medium yang digunakan untuk mendispersikan disebut medium pendispersi. Contohnya pada saat kita membuat susu (misalnya susu instan) dengan mencampurkannya dengan air, fase terdispersinya adalah lemak sedangkan medium pendispersinya adalah air.
Berdasarkan fase terdispersinya, koloid dapat dikelompokkan menjadi 8 macam (dalam hal ini, gas dengan gas tidak dapat membentuk sistem koloid karena pencampuran gas selalu homogen).
Tabel 17. Jenis-Jenis Koloid.
No
|
Fasa terdispersi
|
Fasa pendispersi
|
Nama
|
Contoh
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
|
Padat
Padat
Padat
Cair
Cair
Cair
Gas
Gas
|
Gas
Cair
Padat
Gas
Cair
Padat
Cair
Padat
|
Aerosol padat
Sol
Sol padat
Aerosol Cair
Emulsi
Emulsi padat
Buih
Buih padat
|
Asap, debu di udara
Cat , tinta
Gelas berwarna, intan hitam
Kabut , awan
Susu, santan, minyak ikan
Jelli, mutiara, opal
Buih sabun, krim kocok
Karet busa, batu apung
|
a. Aerosol
Sistem koloid dari partikel padat atau cair yang terdispersi dalam gas disebut aerosol. Jika zat yang terdispersi berupa zat padat, disebut aerosol padat
Contoh : asap yang keluar dari knalpot mobil dan cerobong industri
Jika zat yang terdispersi berupa zat cair, disebut aerosol cair
Contoh : kabut di daerah pengunungan, hair spray, parfum, dan cat semprot.
b. Sol
Sol adalah sistem koloid dari partikel padat yang terdispersi dalam zat cair.
Contoh: kanji dalam air, agar-agar dalam air, lempung (tanah liat) dalam air, tawas atau Al(OH)3 dalam air, deterjen, tinta dan cat.
c. Emulsi
Emulsi adalah sistem koloid dari zat cair yang terdispersi dalam zat cair. Suatu emulsi terjadi bila terdapat dua jenis zat cair yang tidak saling melarutkan, seperti minyak dan air. Dalam hal ini, minyak diartikan sebagai semua zat cair yang tidak dapat bercampur dengan air sehingga emulsi dapat digolongkan menjadi dua bagian, yaitu:
a) Emulsi minyak dalam air (M/A)
Contoh : susu, santan, lateks
b) Emulsi air dalam minyak (A/M)
Contoh : minyak ikan dan mayonais
Emulsi terbentuk karena pengaruh suatu pengemulsi (emulgator). Contohnya adalah sabun yang dapat mengemulsikan minyak ke dalam air. Jika campuran minyak dengan air dikocok, maka akan diperoleh suatu campuran yang segera memisah jika didiamkan. Akan tetapi, jika sebelum dikocok ditambahkan sabun atau detergen, maka diperoleh campuran yanag stabil yang kita sebut emulsi.
Contoh lainnya adalah kasein dalam susu dan kuning telur dalam mayonaise.
d. Buih
Sistem koloid dari gas yang terdispersi dalam zat cair disebut buih. Seperti halnya dengan emulsi, untuk menstabilkan buih diperlukan zat pembuih, misalnya sabun, deterjen dan protein. Buih dapat dibuat dengan mengalirkan suatu gas ke dalam zat cair yang mengandung pembuih.
Buih digunakan pada berbagai proses, misalnya, pada pengolahan bijih logam, pada alat pemadam kebakaran dan lain-lain.
e. Gel
Koloid setengah kaku (antara padat dan cair) disebut Gel. Gel dapat terbentuk dari suatu sol yang zat terdispersinya mengadsorpsi medium pendispersinya sehingga terbentuk koloid yang agak padat.
Contoh : agar-agar dan kanji (jika dipadatkan), lem, gelatin, selai, dan gel sabun.
SIFAT-SIFAT KOLOID
1. Efek Tyndall
Efek Tyndall ini ditemukan oleh John Tyndall (1820-1893), seorang ahli fisika Inggris. Oleh karena itu disebut efek Tyndall. Efek Tyndall adalah efek yang terjadi jika suatu campuran disinari.
Pada larutan sejati disinari dengan cahaya, maka larutan tersebut tidak akan menghamburkan cahaya, sedangkan pada sistem koloid, cahaya akan dihamburkan. Hal itu terjadi karena partikel-partikel koloid mempunyai partikel-partikel yang relatif besar sehingga cahaya dipantulkan tidak teratur kesegala arah yang mengakibatkan terjadinya penghamburan sinar . Sebaliknya, pada larutan sejati, partikel-partikelnya relatif kecil sehingga tidak terjadi penghamburan cahaya.
2. Gerak Brown
Gerak Brown ditemukan oleh Robert Brown berkebangsaan Inggris, sehingga pergerakan partikel koloid dinamakan Gerak Brown. Jika kita amati sistem koloid dibawah mikroskop ultra, maka kita akan melihat bahwa partikel-partikel tersebut akan bergerak membentuk zigzag. Pergerakan zigzag ini dinamakan gerak Brown. Pergerakan tersebut dijelaskan pada penjelasan berikut: Partikel-partikel suatu zat senantiasa bergerak. Gerakan tersebut dapat bersifat acak seperti pada zat cair dan gas. Gerak Brown terjadi akibat tumbukan tidak seimbang dari molekul-molekul medium terhadap partikel koloid. Tumbukan tersebut berlangsung dari segala arah. Oleh karena ukuran partikel cukup kecil, maka tumbukan yang terjadi cenderung tidak seimbang. Sehingga terdapat suatu resultan tumbukan yang menyebabkan perubahan arah gerak partikel sehingga terjadi gerak zig-zag atau gerak Brown.
Semakin kecil ukuran partikel koloid, semakin cepat gerak Brown terjadi. Demikian pula, semakin besar ukuran partikel koloid, semakin lambat gerak Brown yang terjadi. Hal ini menjelaskan mengapa gerak Brown sulit diamati dalam larutan dan tidak ditemukan dalam zat padat (suspensi).
Gerak Brown juga dipengaruhi oleh suhu. Semakin tinggi suhu sistem koloid, maka semakin besar energi kinetik yang dimiliki partikel-partikel medium pendispersinya. Akibatnya, gerak Brown dari partikel-partikel fase terdispersinya semakin cepat. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah suhu sistem koloid, maka gerak Brown semakin lambat.
3. Muatan Koloid
§ Elektroforesis
Elektroforesis merupakan proses pergerakan partikel koloid dalam medan listrik. Elektroforesis berfungsi sebagai pemisahan partikel koloid bermuatan . Pemisahan ini dapat dilakukan dengan memberikan arus searah pada elektroda yang dicelupkan dalam koloid.
Sesuai dengan ketentuan bahwa partikel yang bermuatan listrik positif akan tertarik ke partikel yang bermuatan listrik negatif dan sebaliknya. Misalnya, wadah yang berisi campuran dua macam koloid ( Fe(OH)3 dan As2S3) dialiri arus searah. Akibatnya, koloid yang bermuatan positif {Fe(OH)3} akan tertarik ke elektrode negatif dan koloid yang bermuatan negatif {As2S3} akan tertarik ke elektrode yang bermuatan positif. Dengan demikian koloid tersebut akan terpisah.
§ Adsorpsi
Partikel koloid memiliki kemampuan menyerap ion atau muatan listrik fase pendispersi pada permukaannya mengakibatkan partikel koloid menjadi bermuatan listrik. Penyerapan pada permukaan ini disebut adsorpsi (partikel-partikel koloid bermuatan listrik). Sehingga partikel koloid menjadi bermuatan.
Jenis muatannya tergantung pada jenis partikel bermuatan yang diserap apakah anion atau kation. Sebagai contoh, partikel sol Fe(OH)3 (bermuatan positif) mengadsorpsi kation dari medium pendispersinya sehingga sol Fe(OH)3 bermuatan positif, sedangkan partikel sol As2S3 (bermuatan negatif) mengadsorpsi anion dari medium pendispersinya sehingga bermuatan negatif.
Partikel koloid sol tersebut tidak selalu mengadsorpsi ion yang sama. Hal itu tergantung pada muatan yang berlebih dari medium pendispersinya. Misalnya, jika sol AgCl terdapat pada medium pendispersi dengan kation Ag+ berlebih, maka AgCl akan bermuatan positif. Sedangkan jika AgCl terdapat pada medium pendispersi dengan anion Cl- berlebih, maka sol AgCl akan bermuatan negatif.
Sifat koloid yang terpenting adalah muatan partikel koloid. Partikel-partikel koloid ialah bermuatan sejenis. Maka terjadi gaya tolak-menolak yang mencegah partikel-partikel koloid bergabung dan mengendap akibat gaya gravitasi. Oleh karena itu, selain gerak Brown, muatan koloid juga berperan besar dalam menjaga kestabilan koloid.
Sifat adsorpsi dari koloid ini digunakan dalam berbagai proses, antara lain sebagai berikut :
a. Pemutihan Gula Tebu
b. Norit
c. Penjernihan Air
4 . Koagulasi
Partikel-partikel koloid bersifat stabil karena memiliki muatan yang sejenis. Apabila muatan tersebut hilang, maka partikel-partikel koloid akan bergabung membentuk gumpalan. Gumpalan ini akan mengendap akibat gaya gravitasi. Proses ini disebut koagulasi.
Proses koagulasi dapat terjadi apabila ke dalam koloid ditambahkan zat dengan muatan yang berbeda dengan partikel koloid, akibatnya partikel koloid ini akan bergabung membentuk molekul besar.
Koagulasi dalam koloid banyak dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari, seperti proses penjernihan air, menjernihkan larutan gula, asap atau debu dari pabrik/industri dapat digumpalkan dengan alat koagulasi listrik dari Cottrel.
5 . Koloid Pelindung
Pada beberapa proses, suatu kolid harus dipecahkan, tetapi dilain pihak koloid perlu dijaga supaya tidak rusak. Suatu koloid dapat distabilkan dengan menambahkan koloid lain yang disebut koloid pelindung. Koloid pelindung ini akan membungkus partikel zat terdispersi sehingga tidak dapat lagi menggelompok.
Contoh :
a. Pada pembuatan es krim digunakan gelatin untuk mencegah pembentukan kristal besar es atau gula
b. Cat atau tinta dapat bertahan lama karena menggunakan koloid pelindung
c. Zat-zat pegemulsi, seperti sabun dan deterjen, juga tergolong koloid pelindung.
Pemurnian koloid
Pada pembuatan suatu koloid, seringkali terdapat ion-ion yang dapat mengganggu kestabilan koloid tersebut. Ion-ion pengganggu ini dapat dihilangkan dengan suatu proses yang disebut Dialisis.
Dalam proses ini, sistem koloid dimasukkan ke dalam suatu kantong koloid yang terbuat dari selaput semipermiabel, yaitu selaput yang dapat melewatkan partikel-partikel kecil, seperti ion-molekul sederhana, tetapi menahan koloid. Lalu kantong koloid itu dimasukkan ke dalam bejana yang berisi air mengalir. Dengan demikian, ion-ion keluar dari kantong dan hanyut bersama air.
Proses pemisahan hasil-hasil metabolisme dari darah oleh ginjal juga merupakan proses dialisis. Jaringan ginjal bersifat sebagai selaput semipermiablel yang dapat dilewati oleh air dan molekul sederhana seperti urea, tetapi menahan butir-butir darah yang merupakan koloid. Orang menderita gagal ginjal dapat “cuci darah”,dimana fungsi ginjal diganti oleh suatu mesin dialisator.
Koloid Liofil dan Koloid Liofob
Koloid yang memiliki medium dipersi cair dibedakan atas koloid liofil dan liofob. Suatu koloi dikatan liofil apabila terdapat gaya tarik menarik yang cukup besar antara zat terdispersi dengan medium pendispersi. Liofil berarti suka cairan. Disebut koloid liofob jika gaya tarik menarik tersebut tidak ada atau lemah. Liofab berarti takut air.
Contoh : Koloid Hidrofil : protein, sabun, detergen, agar-agar, kanji dan gelatin
Koloid Hidrofob: susu, mayonaise, sol belerang, sol Fe(OH)3, sol sulfida dan sol logam
Koloid hidrofil mempunyai gugus ionik atau gugus polar di permukaannya, sehingga mempunyai interaksi yang baik dengan air. Butir-butir koloid liofil/hidrofil dapat mengadsorpsi molekul mediumnya sehingga membentuk suatu selubung atau jaket. Hal ini disebut solvatasi/hidratasi. Dengan cara itu butir-butir koloid tersebut terhindar dari agregasi (pengelompokkan).
Sol hidrofil tidak akan mengumpal pada penambahan sedikit elektrolit. Zat terdispersi dari sol hidrofil dapat dipisahkan dengan pengendapan atau penguapan. Apabila zat padat tersebut dicampurkan kembali dengan air maka dapat membentuk kembali sol hidrofil. Dengan kata lain, sol hidrofil bersifat reversibel.
Koloid hidrofob tidak akan stabil dalam medium polar (seperti air) tanpa kehadiran zat pengemulsi atau koloid pelindung. Zat pengemulsi membungkus partikel hidrofob sehingga terhindar dari koagulasi. Susu (emulsi lemak dalam air) distabilkan oleh sejenis protein susu yaitu kasein, sedangkan mayonaise (emulsi minyak nabati dalam air) distabilkan oleh kuning telur.
Sol hidrofob dapat mengalami koagulasi pada penambahan sedikit elektrolit. Sekali zat terdispersi telah dipisahkan, tidak akan membentuk sol jika dihancurkan kembali dengan air. Perbedaan sol hidrofil den sol hidrofob dapat disimpulkan sebagai berikut:
Tabel 18. Perbedaan Koloid Liofil dan Koloid Liofob.
Koloid liofil
|
Koloid liofob
|
a. Mengadsorpsi mediumnya
b. Dapat dibuat dengan konsentrasi yang relatif besar
c. Tidak mudah digumpalkan dengan penambahan elektrolit
d. Viskositas lebih besar daripada mediumnya
e. Bersifat reversibel
f. Efek Tyndalnya lemah
|
a. Tidak mengadsorpsi mediumnya
b. Hanya stabil pada konsentrasi kecil
c. Mudah mengumpal dengan penambahan elektrolit
d. Viskositas hampir sama dengan mediumnya
e. Tidak bersifat reversible
f. Efek Tyndalnya lebih jelas
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar